Ketika sedang mengamat-amati ke tajuk pohon mangga kepodang di depan rumah, tiba-tiba 'tesss!' setetes air hujan (yang mungkin menempel di salah satu daun mangga) jatuh tepat masuk ke mata. Tiba-tiba aku sadar, oh iya, hujan deras baru saja mereda.
Tapi, ya apa gunanya gitu lho, kok aku ini mengamat-amati tajuk pohon mangga? Ah, ingat pula aku. Aku ingin meyakinkan bahwa buah mangga sisa yang tinggal 5 biji di tajuk mangga itu masih hijau atau sudah menguning. Sebab mangga kepodang kebanggaan keluarga Pagelaran itu hanya enak bila dipetik setelah semburat kuning di pohon.... (Ah, setetes air hujan saja ternyata mampu membuyarkan tujuan awal, tetapi mampu pula kembali membangkitkan ingatan-ingatan runtut yang masing-masing mengemban logika dan reason sendiri-sendiri.)
Untung saja yang masuk mata hanya setetes air hujan. Tidak terikut, misalnya seekor semut hitam yang asam memedihkan mata itu... lha terus?
Biasalah, pikiran ini memang kadang-kadang demikian. Ngelantur tidak karuan. Apalagi ketika wacana di dunia cyber menjadi hangat. Ada bahasan tentang keberadaan Tuhan, ada bahasan tentang tulisan Ulil..... ada wacana hukum Tuhan, hukum manusia, tendensi umum, kepantasan publik... bahkan terakhir ada wacana bahwa al-Qur'an adalah penjelmaan Allah..... Wah, Tuhanku menjelma menjadi ayat-ayat? Maka tak ayal pikiranku segera ngelantur menelusuri asal-muasal tetes air hujan yang masuk ke mata tadi.
Kok bisa ada hujan? Dari mana datangnya hujan? Kenapa di dunia (bumi) ini harus pakai hujan segala? Hukum apakah yang menentukan hujan? Peluangkah? Secara kebetulankah? Atau memang harus terjadi begitu dan memang begitu? Ah, ternyata setetes air hujanpun mampu merangkum dan menyembunyikan beraneka ragam ajaran, berbagai macam pengetahuan. Tetes air hujan ternyata bukan hal sepele!
Hujan, menurut para ahli meteorologi dan geofisika bukankah terbentuk dari awan? Awan berkondensasi menjadi embun. Embun bertumpukan menjadi mendung? Tetapi dari mana datangnya awan? Dari uap air bukan? Uap air dari mana? Wah-wah-wah, ternyata sebagian besar uap air yang membentuk awan, membentuk mendung, berkondensasi menjadi hujan adalah berasal dari air laut dan samudra. Sebagian karena menguap akibat terkena sinar matahari, sebagian besar lagi menguap atas hasil kerja proses hidup biota laut, ganggang dan monera, milyaran binatang karang....
Sebagian lagi uap air naik dari permukaan bumi. Dari sumber-sumber mata air panas (geyser?) Dan sebagian besar lagi uap air yang menaik dari permukaan bumi akibat hasil proses hidup (respirasi dan transpirasi) makhluk hidup berupa hewan, tumbuhan dan manusia.
Lho, jadi air hujan itu sejatinya hanya air yang bergerak naik turun saja? Berubah wujud dari cair ke uap dan air lagi? Jadi ada dong air yang tidak pernah ikut naik-turun itu? Ada dong air yang terus-menerus langgeng melayang-layang diangkasa? Ya semua ada. Ada lagi air yang tersimpan di dalam perut bumi sejak pertama kali terbentuk di jaman geologi-kuno. Ada yang tersimpan jadi es dan salju abadi, tentunya. Ah, air. Air sebagai penghidupan bumi, ternyata beraneka macam wujud. Cair, gas, gas padat (salju), dan padatan sangat keras (es abadi). Jadi air selalu berubah, jangan sampai disembah.
Terkesiap aku menggambarkan dan membayangkan betapa kumplit sarana dan fasilitas alam raya yang menyebabkan adanya hujan. Betapa tepat-nya kecepatan rotasi bumi di poros, tepat pula revolusi bumi mengitari matahari, rotasi dan revolusi ganda bulan, rotasi tatasurya, revolusi surya di poros galaksi. Revolusi galaksi di poros super galaksi..... Tetapi siapa yang mengelola? Siapa yang menetapkan? Pantaskah hanya berdasar hukum
serba kebetulan?
Betapa tak terbayangkan. Lihatlah bintang-bintang yang cemerlang itu. Atau kabut galaksi nun di atas sana. Berapa jaraknya ke bumi? Mereka itu sekarang masih ada atau hanya bekasnya saja? Terus di mana batas jagad raya?
Tiba-tiba aku sadar, bahwa aku hanyalah manusia yang wujudku tidak seberapa. Ibaratnya tidak sebanding dengan sebutir debu yang melekat pada sebutir pasir dari gurun pasir kosmos. Tiba-tiba aku mulai sedikit memahami sebagian yang dulu ditulis ULIL. Bahwa Masih ada sebagian besar fenomena jagad raya yang tidak terangkum dalam kitab-kitab suci. Buktinya setetes air hujan yang masuk ke mataku, ibaratnya itu sebuah ayat atau mungkin hanya 'kata' atau bahkan 'hurf', telah melanturkan pikiranku kemana-mana. Seandainya aku memperhatikan yang lainnya, misalnya api, pasir, cahaya dan teja..... duh!
Yang jelas air adalah sesuatu yang tidak abadi. Demikian pun mata-airnya. Tidak akan abadi, seperti galaksi dan super-nova, yang sekarang terinderai seolah abadi dari bumi ini, ternyata masih tanda-tanya besar. Masih adakah zat mereka? Atau hanya jejaknya setelah menempuh perjalanan milyaran tahun teja?
Monggo bilih wonten ingkang ngersaaken PROPOLIS utawi MELIA BIYANG, kawulo aturi NYEKLIK www.kdpbiz.com/?page_id=217 utawi langsung ngunduh formulir pendaftaranipun ing NGRIKI kangge nggayuh pemetu Rp 5,950,000 sedinten.